Mengimplementasikan sebuah sistem informasi di sekolah bukanlah seperti pekerjaan membalik sebuah telapak tangan. Menilik kata “sistem” saja sudah terbayang kerumitan proses yang akan terjadi. Sistem bukanlah sebuah sepenggal bagian yang terpisah dari bagian lain. Menilik wikipedia, sistem berarti kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak.
Kalau kita kaitkan dengan topik pembicaraan, saat kita mengimplementasikan sebuah sistem informasi sekolah berarti ada bagian lain yang akan berpengaruh, misalkan bagian akademik, keuangan, tata usaha, dan sebagainya. Kita tidak dapat mengabaikan atau menutup mata bagaimana pengaruh yang akan terjadi terhadap proses-proses yang biasa ada di bagian-bagian lain tersebut. Banyak sekali kegagalan-kegagalan implementasi sistem yang terjadi diakibatkan tidak terakomodirnya proses-proses ‘ritual’ yang biasa ada. Contohnya, banyak guru di suatu sekolah yang biasa menyelesaikan penilaian ulangan harian di rumah. Saat di sekolah, mereka menyetorkan laporan dalam format Ms Excel. Jika sistem informasi sekolah yang dibangun tidak mengakomodir kebiasaan ini, bisa menimbulkan anti pati dari para guru. Mereka terpaksa memasukkan nilai dengan dua kali kerja.
Ketidakjelian mendeteksi budaya sekolah menyumbangkan faktor kegagalan terbesar dalam proses implementasi sistem informasi sekolah. Jika ia secara tiba-tiba ‘datang’ akan menimbulkan reaksi psikologi yang cukup keras. Apalagi jika prosedur didalamnya tidak bersahabat dengan ‘ritual’ yang ada. Ia seperti ‘bahasa asing’ yang tidak bisa dipahami oleh budaya lokal. Lalu bagaimana ia bisa sukses dalam kondisi seperti ini?
Untuk bisa sukses mengimplementasi sistem informasi di sekolah, ada 3 pilar utama yang harus diperhatikan:
* Aturan
* Sumber Daya Manusia (SDM)
* Teknologi
Tiga pilar tersebut mutlak mendapatkan perhatian. Ketidaknyambungan satu pilar saja membuat tidak optimalnya implementasi sistem informasi di sekolah.
Aturan
Saya tidak akan berpanjang lebar menjelaskan definisi aturan di sini. Saya kira kita semua sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan aturan. Ya, ini adalah aturan yang ada di sekolah. Yang terpenting adalah, bagaimana sebuah aturan bisa menyumbangkan kegagalan dalam implementasi sistem informasi? Ada sebuah contoh pengalaman pada waktu menangani sebuah perguruan tinggi di Jogjakarta. Saat ini dosen-dosen beragam menafsirkan nilai ujian. Ada dosen yang memberi nilai A+ untuk nilai 4 bulat, tetapi banyak dosen yang menganggap tidak ada nilai A+ (4 cukup diwakili dengan A, sehingga yang kurang dari 4 diberi nilai A-). Perbedaan penafsiran seperti ini menimbulkan ketidakpastian dan ini berpengaruh pada bagian lain (misalnya yang membuat transkrip nilai menjadi pusing).
Ketidakjelasan aturan menyumbangkan point yang cukup signifikan pada kegagalan proses implementasi sistem informasi sekolah. Ia menimbulkan ketidakpastian di bagian-bagian yang terkait. Dan tentu saja, sistem yang akan diimplementasikan di bagian-bagian lainpun akan menjadi kacau juga. Oleh sebab itu, pilar aturan ini haruslah sudah fix sebelum sistem informasi diimplementasikan.
Kebanyakan, ketidakbakuan aturan ini ditemukan pada saat implementasi sistem informasi sekolah. Ada kesimpangsiuran aturan yang bisa diatasi ada yang tidak. Ketidakbakuan itu bisa diatasi dengan membuat pola dari ketidakaturan tersebut. Jika pola itu sudah ketemu, maka ia haruslah dibakuan menjadi sebuah aturan. Dengan demikian masalah bisa diatas.
Sumber Daya Manusia
Manusia adalah elemen utama yang menjalan sistem. Jadi atau tidak, berjalan atau tidak sangat tergantung pada manusia yang menjalankan. Sebagus apapun sebuah sistem informasi yang dibuat, tidak dapat berjalan dengan sukses jika tidak ada didukung oleh kesungguhan dari insan-insan yang terlibat.
Berbicara dengan tentang sumber daya manusia, tentu akan melibatkan hal-hal seperti faktor psikologi ataupun kultur yang ada. Tantangannya adalah apakah sistem informasi yang akan diimplementasikan diikuti dengan perombakan budaya ataukah sistem informasi mengikuti (adaptable) budaya. Atau kompromi dari keduanya?
Teknologi
Pilar terakhir adalah teknologi itu sendiri. Saat kedua pilar yang lain sangat mendukung (bahkan menghendaki) adanya sistem informasi, apakah teknologi itu mampu menghadirkan solusi yang handal bagi sekolah tersebut? Apakah teknologi tersebut mampu mengakomodir kepentingan sekolah?
Saat ini ada banyak teknologi. Pemilihan teknologi yang pas untuk sekolah juga merupakan suatu tantangan tersendiri. Para pakar menyebutkan teknologi yang dipilih adalah teknologi yang ‘right size‘. Ya, teknologi yang berukuran tepat untuk sekolah. Misalkan dari segi biaya. Sekolah bisa memilih teknologi yang bisa pas di anggaran sekolah tanpa harus mengorbankan anggaran lain yang sama urgentnya. Tentang detil pemilihan teknologi, kita akan bahas secara rinci di beberapa artikel ke depan.
Semoga bermanfaat.
Sumber : Wiwit Siswoutomo, http://www.sekolahunggul.com
Sabtu, 06 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar